Kamis, 16 Juni 2011

Green Chemistry

  Pada tahun 1989 UNEP ( United Nations Environment Program )   memperkenalkan    konsep Produksi Bersih yang didefinisikan sebagai “upaya penerapan yang kontinu dari suatu strategi  pengelolaan  lingkungan  yang integral dan preventif terhadap proses dan produk untuk mengurangi terjadinya  resiko terhadap manusia dan lingkungan”.
             Produksi Bersih adalah suatu program strategis yang bersifat proaktif yang   diterapkan   untuk menselaraskan kegiatan pembangunan ekonomi dengan upaya perlindungan  lingkungan. Strategi konvensional dalam pengelolaan limbah didasarkan pada  pendekatan   pengolahan limbah yang terbentuk (end-of pipe treatment). Pendekatan ini terkonsentrasi pada upaya pengolahan dan pembuangan limbah dan untuk mencegah  pencemaran dan kerusakan lingkungan. Strategi ini dinilai kurang efektif karena bobot  pencemaran dan kerusakan lingkungan terus meningkat.
 Kelemahan yang terdapat pada  pendekatan pengolahan limbah secara konvensional adalah :Tidak efektif  memecahkan  masalah  lingkungan  karena  hanya  mengubah bentuk limbah dan memindahkannya dari satu media ke media lain. Bersifat reaktif yaitu bereaksi setelah terbentuknya limbah. Karakteristik limbah semakin kompleks dan semakin sulit diolah Investasi dan biaya operasi pengolahan limbah relatif mahal dan hal ini sering dijadikan alasan oleh pengusaha untuk tidak membangun instalasi pengolahan limbah.
Peraturan perundang-undangan yang ada masih terpusat pada pembuangan limbah, belum mencakup upaya pencegahan.
Untuk mengatasi kelemahan strategi konvensional tersebut maka dikembangkan program produksi bersih yang dalam pelaksanaannya mempunyai urutan prioritas sebagai berikut :
1.      Pencegahan pencemaran (Pollution prevention)
2.      Pengendalian pencemaran (Pollution Control)
3.      Remediasi (Remediation)
Dalam tahap proses, produksi bersih mencakup upaya konservasi, bahan baku dan energi, menghindari penggunaan bahan yang mengandung B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), mengurangi jumlah dan kadar toksisitas semua limbah dan emisi yang dihasilkan sebelum meninggalkan tahap proses. Untuk produk, produksi bersih memusatkan perhatian pada upaya pengurangan daampak di keseluruhan daur hidup produk mulai dari ekstraksi bahan baku sampai pembuangan akhir setelah produk tidak digunakan (Bratasida, 1996). Startegi produk bersih mencakup upaya pencegahan pencemaran melalui alternatif jenis proses yang akrab lingkungan, minimisasi limbah, analisis daur hidup dan teknologi bersih.

MANFAAT PRODUKSI BERSIH
Manfaat penerapan produksi bersih antara lain (Bratasida, 1996, Helmy, 1997) Mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan melalui upaya  minimisasi  limbah, daur  ulang  pengolahan dan pembuangan limbah yang aman. Mendukung prinsip Pemeliharaan Lingkungan dalam rangka pelaksanaan   Pembangunan Berkelanjutan. Dalam jangka panjang dapatmeningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui penerapan proses produksi, penggunaan bahan baku dan energi serta efisien.
Mencegah atau memperlambat degradasi lingkungan dan mengurangi eksploitasi sumberdaya alam melalui penerapan daaur ulang limbah di dalam proses yang akhirnya menuju pada upaya konservasi sumberdaya alam untuk mencapai tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Memberikan peluang keuntungan ekonomi, sebab di dalam produksi bersih strategi  pencegahan pencemaran pada sumbernya (source reduction and in process recycling) yaitu mencegah terbentuknya limbah secara dini, dengan demikian dapat mengurangi biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk pengolahan dan pembuangan limbah atau upaya perbaikan lingkungan. Memperkuat daya saing produksi di pasar global. Meningkatkan  citra produsen dan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan. Mengurangi tingkat bahaya kesehatan dan keselamatan kerja.

Green Chemistry
Green Chemistry adalah suatu falsafah atau konsep yang mendorong desain dari sebuah produk ataupun proses yang mengurangi ataupun mengeliminir penggunaan dan penghasilan zat-zat (substansi) berbahaya. Konsep Green Chemistry itu sendiri berasal dari Kimia Organik, Kimia Anorganik, Biokimia, dan Kima Analitik. Bagaimanapun juga, konsep ini cenderung mengarah ke aplikasi pada sektor industri. Patut digarisbawahi di sini, bahwa Green Chemistry berbeda dengan Environmental Chemistry (Kimia Lingkungan). Perbedaannya adalah Green Chemistry lebih berfokus pada usaha untuk meminimalisir penghasilan zat-zat berbahaya dan memaksimalkan efisiensi dari penggunaan zat-zat (substansi) kimia. Sedangkan, Environmental Chemistry lebih menekankan pada fenomena lingkungan yang telah tercemar oleh substansi-substansi kimia.
                                                      
Menurut Ryoji Noyori,peraih hadiah Nobel Kimia pada tahun 2001,terdapat 3 kunci perkembangan Green Chemistry. Yaitu, penggunaan Supercritical Carbon Dioxide sebagai pelarut, larutan Hidrogen Peroksida untuk proses oksidasi yang bersih (clean oxidation), dan penggunaan Hidrogen dalam sintesis kiral (chiral synthesis).
Supercritical Carbon Dioxide adalah karbon dioksida (CO2) yang berada dalam fase cair (liquid phase),yang berada di atas ataupun pada temperatur dan tekanan kritis. Yaitu pada temperatur 31,1oC ke atas dan tekanan 73,3 atm. Zat ini banyak dimanfaatkan sebagai pelarut dalam industri,dikarenakan oleh zat ini memiliki kandungan racun yang rendah dan memiliki tidak memiliki dampak lingkungan yang berarti. Selain itu, rendahnya temperatur dari proses dan stabilitas CO2 memungkinkannya berfungsi sebagai pelarut layaknya aqua distilata.
Hidrogen Peroksida (H2O2), adalah suatu senyawa yang lazim digunakan sebagai dalam proses pemutihan kertas (paper-bleaching) dan desinfektan. Hidrogen Peroksida merupakan salah satu senyawa yang tergolong ke dalam oksidator kuat. Melalui proses katalisasi, dapat dihasilkan radikal hidroksil (-OH) yang memiliki potensial oksidasi dibawah Fluor (F). Keunggulan Hidrogen Peroksida dibandingkan senyawa yang lain adalah, senyawa ini tidak meninggalkan residu yang berbahaya. Selain itu, kekuatan oksidatornya dapat disesuaikan (adjustable).
Sintesis kiral (chiral synthesis), adalah suatu proses sintesis organik yang menghasilkan suatu senyawa dengan elemen kiralitas yang diinginkan. Ada tiga jenis pendekatan kepada sintesis kiral, salah satunya adalah Katalisasi Asimetris (Assymetric Catalysis). untuk lebih jelas mengenai mekanismenya, dapat anda lihat ke http://nobelprize.org/nobel_prizes/chemistry/laureates/2001/public.html. Pada intinya, teknik yang dikembangkan oleh William S. Knowles, Ryoji Noyori, dan K. Barry Sharpless ini menunjukkan bahwa langkah dari penelitian skala kecil menuju ke arah aplikasi industri dapat terjadi secara singkat. Selain itu, penemuan mereka sangat bermanfaat bagi pengembangan industri farmasi / obat-obatan.
Green Chemistry itu sendiri memiliki 12 asas, antara lain
1. Menghindari penghasilan sampah
2. Desain bahan kimia dan produk yang aman
3. Desain sintesis kimia yang tak berbahaya
4. Penggunaan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable)
5. Penggunaan katalis
6. Menghindari bahan kimia yang sifatnya derivatif (chemical derivatives)
7. Desain sintesis dengan hasil akhir (produk) yang mengandung proporsi maksimum bahan mentah
8. Penggunaan pelarut dan kondisi reaksi yang aman
9. Peningkatan efisiensi energi
10. Desain bahan kimia dan produk yang dapat terurai
11. Pencegahan polusi
12. Peminimalan potensi kecelakaan kerja

Seiring berkembangnya waktu, kesadaran para pelaku industri akan konsep ini semakin berkembang. Hampir setiap industri di negara-negara maju mulai menerapkan konsep kerja ini. Sementara itu, para ilmuwan pun banyak yang mulai mengadakan penelitian mendalam mengenai segala sesuatu mengenai konsep ini. Bahkan sejak tahun 1995, dibagikan The Presidential Green Chemistry Challenge Awards, kepada individu ataupun korporat yang dianggap telah turut andil dalam memberikan inovasi dalam Green Chemistry. Semua ini, dilakukan dengan satu tujuan. Yaitu, untuk menyelamatkan bumi kita yang tercinta ini.
Kegiatan laboratorium tidak lepas dari penggunaan bahan kimia yang kurang ramah terhadap lingkungan. Untuk menuju green chemistry diperlukan kiat-kiat untuk menerapkan 12 prinsip di atas.

FAKTOR PENGHAMBAT
 Faktor penghambat dapat berasal dari luar maupun dari dalam perusahaan. Faktor penghambat eksternal umumnya timbul akibat rendahnya penegakan regulasi lingkungan, terlalu ketatnya regulasi lingkungan, rendahnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan, dan rendahnya insentif lingkungan.
 Sedangkan faktor penghambat internal meliputi sikap sulit menerima perubahan, faktor teknis, faktor finansial, dan faktor kultur perusahaan.
 Sulit Menerima Perubahan. Faktor ini paling sering muncul untuk menjadi penghambat dalam perapan Produksi Bersih, jauh di atas faktor finansial dan teknologi. Berdasarkan suatu studi, ada beberapa sikap dan pernyataan yang sering menjadi penghambat, yaitu:
·         Saya selau melakukannya dengan cara ini. 
·         Saya telah menggunakan pelarut ini selama lebih dari 30 tahun.
·         Bila sistem tidak rusak, tidak perlu diperbaiki. Misi kami sangat penting, issue lingkungan harus ditempatkan di belakang.
·         Kami telah melakukan semua yang bisa dilakukan.
·         Itu akan membuat pekerjaan saya menjadi lebih sulit.
·         Kita harus mengorbankan kinerja kualitas.

 FAKTOR TEKNIS
 Hambatan faktor teknis merupakan hambatan yang relatif paling ringan dibandingkan dengan kedua hambatan diatas. Umumnya hambatan ini karena kurangnya informasi teknis tentang produksi bersih. Sekali manajemen dankaryawan telah memiliki informasi tentang teknik Produksi Bersih, maka program akan sangat mudah dijalankan di perusahaan. Kajian literatur, aliansi dengan pihak yang pernah melakukan program Produksi Bersih, pelatihan karyawan, dan penggunaan konsultan akan mampu menghilangkan hambatan teknis ini.

 FAKTOR FINANSIAL
 Kesulitan finansial pada dasarnya bukan merupakan faktor penghalang yang cukup kuat. Permasalahan finansial berkaitan dengan Produksi Bersih umumnya hanya dijumpai pada perusahaan berskala kecil. Pada perusahaan skala menengah sampai besar, permasalahan ini nyaris tidak ada. Permasalahnya lebih terletak pada bagaimana meyakinkan investor atau pengambil keputusan untuk berinvestasi pada program Produksi Bersih.

 Produksi Bersih bukan merupakan cost center. Produksi Bersih adalah bagian dari investasi bisnis yang mampu memberikan keuntungan dan penghematan. Sama seperti investasi lain, Produksi Bersih juga memiliki berbagai ukuran pencapaian program yang dapat dinyatakan dalam ukuran-ukuran ekonomi biasa, seperti break event point (BEP), internal rate of return (IRR), return on investment (ROI), maupun berbagai manfaat yang kurang nyata (less tangible). Proposal yang baik akan menguraikan seluruh ukuran-ukuran kinerja ini dan itu akan mempermudah investor dan pengambil keputusan untuk membiayai program. Proposal yang baik akan menghilangkan faktor finansial sebagai hambatan. Namun bila hal sebaliknya terjadi, maka faktor finansial akan menjadi hambatan yang cukup besar. Dengan kata lain perbaikilah proposal anda.


 KULTUR PERUSAHAAN
 Kadangkala walaupun semua hambatan di atas dapat dilalui, masih saja program tidak berjalan dengan baik. Permasalahannya, pergeseran paradigma dari end-of-pipe ke up-the-pipe memerlukan perubahan. Banyak terjadi bahwa kultur perusahaan tidak siap menerima perubahan ini.
Environment Pollution Prevention merupakan program pengelolaan lingkungan dengan mengupayakan pencegahan pencemaran terhadap lingkungan dari setiap aktivitas, produk dan jasa di perusahaan. Metoda pengelolaan lingkungan yang bertujuan mencegah pencemaran lingkungan bagi industri yang mempunyai atau dapat berpotensi mempunyai aspek lingkungan penting dan menimbulkan dampak lingkungan penting dapat melakukan beberapa program secara bertahap yaitu :
         Program dibawah ini membutuhkan perhatian serius dari jajaran manajemen suatu perusahaan, karena program ini akan memberikan kontribusi pencegahan pencemaran lingkungan yang sangat signifikan, terukur dan mampu mengurangi biaya operasional perusahaan pada jangka waktu tertentu yang sangat besar. Investiasi awal sebagai modal dasar realisasi program memang belum dirasakan manfaat secara langsung, biaya besar untuk kelangsungan operasional perusahaan jangka panjang akan memberikan manfaat keungan di internal perusahaan sekaligus kontribusi bagi keseimbangan lingkungan secara global yang tidak terukur nilainya. Sedangkan tanpa investasi akan mempercepat terhentinya kelangsungan proses operasi di perusahaan dengan dampak lingkungan yang ditimbulkan.

A. Environment Aspect Elimination (Process Re-Design)
         Dalam menerapkan pengelolaan lingkungan melalui metoda "Environment Aspect Elimination" merupakan metoda paling efektif. Perusahaan akan melakukan perancangan ulang terhadap proses yang ada dengan investasi yang tidak sedikit. Paling efektif karena mampu menghilangkan sumber aspek lingkungan yang menyebabkan dampak lingkungan penting pada proses. Banyak industri di Negara maju sudah mengalihkan teknologi lamanya ke negara berkembang. Negara Negara maju melakukan perancangan teknologi terbaru dengan menghilangkan sumber sumber pencemar lingkungan. Kepentingan dari berbagai kalangan termasuk pemerintah, masyarakat dan pihak terkait lainnya mendorong mereka segera menerapkan teknologi yang ramah lingkungan sekaligus mampu meminimalkan limbah oleh proses bersangkutan menuju "Zero Waste".


B. Environment Aspect Substitution (Process Changes)
         Environment Aspect Substitution adalah metoda perubahan proses yang mengganti aspek lingkungan sebagai sumber pencemar dengan melakukan perubahan proses sehingga aspek lingkungan lama digantikan oleh aspek lingkungan yang ramah lingkungan. Aspek Lingkungan penting sebelumnya tidak hilang sama sekali namun berkurang kuantitas dan kualitasnya hingga dibawah baku mutu sumber pencemar yang dipersyaratkan peraturan perundangan. Bila perubahan proses mampu mengganti aspek lingkungan maka kecenderungan akan muncul aspek lingkungan yang baru. Sebagai bagian dari inovasi teknogi maka pengelolaan lingkungan tidak bisa dipisahkan dari disiplin ilmu lainnya. Sebagai contoh teknologi pembakaran pada alat angkut forklift yang semula menggunakan bahan bakar solar atau bensin sudah mulai teknologi penggerak pembakaran diganti dengan Penggerak Battery. Aspek lingkungan yang ditimbulkan semula berupa emisi gas, kebisingan, getaran dan pemakaian bahan bakar sudah hilang sama sekali. Meskipun akan muncul aspek lingkungan baru berupa limbah battery bekas serta pemakaian energi listrik sebagai "Electrical Charging System" tidak signifikan seperti aspek lingkungan terdahulu.

C. Environment Aspect Engineering (Process Modification)
         Rekayasa aspek lingkungan menjadi alternative industri dalam melakukan "Environmental Improvement" melalui modifikasi proses yang ada di perusahaan. Pada dasarnya modifikasi proses dimaksudkan dengan tidak merubah proses yang ada, namun melakukan penambahan atau modifikasi teknologi guna mengurangi aspek lingkungan yang timbul atau potensi timbul dan mengakibatkan dampak lingkungan penting. Pada saat "Overhaul" atau "Major Maintenance" biasanya waktu yang tepat untuk modifikasi proses di area kerja terkait. Hal ini akan memudahkan proses perbaikan atau modifikasi proses tanpa mengganggu atau terganggu oleh proses di sekitarnya.

D. Environment Impact Engineering (Waste Utilization)
         Environment Impact Engineering merupakan rekayasa pengendalian dampak lingkungan yang memanfaatkan limbah yang ditimbulkan melalui beberapa metoda antara lain :
1. Recycle (Daur Ulang)
2. Recovery (Memanfaatkan Elemen Penting)
3. Reuse (Penggunaan Ulang)
4. Retreatment (Pengolahan Ulang)
         Tahapan metoda pengelolaan lingkungan diatas dapat dilakukan oleh setiap industri yang mempunyai atau dapat berpotensi mempunyai aspek lingkungan pada setiap aktivitas, produk dan jasa di perusahaan. Hanya saja metoda ini menimbulkan biaya baru sebagi konsekuensi penambahan proses pemanfaatan limbah.
         Paradigma pengelolaan lingkungan pada metoda "Environment Impact Engineering" sudah mulai dikaji untuk tidak diterapkan secara terus menerus karena pada jangka panjang akan menimbulkan biaya operasional tambahan yang cukup signifikan.
         Teknologi "Environment Solution" yang ada di dunia cenderung menyediakan teknologi untuk memenuhi problem industri dalam memanfaatkan limbahnya (Waste Utilization). Teknologi yang ada hanya mampu menurunkan kualitas sumber pencemar lingkungan dibawah baku mutu yang dipersyaratkan dan memenuhi daya dukung lingkungan sekitarnya.
         Pengelolaan lingkungan yang efektif tidak menjadikan metoda ini sebagai satu satunya metoda akhir dalam mengurangi kualitas dampak lingkungan yang ditimbulkan, namun hanya upaya awal dalam melakukan "Environment Improvement" untuk masa yang akan datang hingga pada tahap eliminasi/menghilangkan aspek lingkungan yang ditimbulkan oleh suatu proses di perusahaan.
         Dampak lingkungan yang ditimbulkan secara terus menerus oleh suatu proses di perusahaan merupakan kendala tersendiri yang memerlukan perhatian serius. Menurunkan kualitas dan kuantitas sumber pencemar lingkungan membutuhkan parameter pemantauan dan pengukuran yang akurat untuk meyakinkan kualitas pencemar tidak mempengaruhi keseimbangan lingkungan dan melebihi daya dukung lingkungan sekitarnya.
         Teknologi pemantauan dan pengukuran limbah yang disebut "Continous Waste Monitoring System" (Sistem Pemantauan Limbah Kontinyu). Sistem pemantauan ini akan memantau limbah yang ditimbulkan secara terus menerus oleh suatu proses yang terdiri dari tiga kategori yaitu :

  • 1.      Air Waste Monitoring System (Sistem Pemantauan Limbah Udara)
  • 2.      Solid Waste Monitoring System (Sistem Pemantauan Limbah Padat)
  • 3.      Liquid Waste Monitoring System (Sistem Pemantauan Limbah Cair)
           Sistem Pemantauan Limbah Udara yang biasa dikenal "Continous Emission Monitoring System / CEMS" lebih banyak digunakan di berbagai industri yang mengeluarkan emisi gas hasil pembakaran secara terus menerus dan sangat signifikan.
         Proses pembakaran yang terjadi pada boiler, furnace, smelter, heater, rotary kiln dan lainnya menghasilkan emisi gas CO2 dan impurities gas lain yang mampu menambah akumulasi gas CO2 di udara sebagai salah satu gas rumah kaca penyebab pemanasan global (Global Warming).
         Pemanasan global sudah tidak bisa dipungkiri lagi menjadi masalah serius saat ini sebagai akibat terganggunya keseimbangan lingkungan secara global di planet bumi. Kontribusi industri, masyarakat dan regulator sebagai pembuat kebijakan industrialisasi dalam hal ini pemerintah menjadi penentu apakah dampak lingkungan global bisa dihambat sedini mungkin atau bahkan bertambah buruk.
         Fenomena "Global Dimming" (Pendinginan Global) lambat laun akan terjadi secara global di palnet bumi akibat terlepasnya aerosol (gas pencemar) ke udara bebas dan berakumulasi secara terus menerus. Akibat yang ditimbulkan pun luar biasa, karena dengan tergangunya keseimbangan lingkungan global maka perubahan iklim yang sudah dipengaruhi oleh pemanasan global diperburuk dengan munculnya pencemar udara aerosol yang menyebabkan pendinginan global.
         Sentral Sistem Consulting melalui program program "Environmental Improvement" mengajak para pelaku industri untuk meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan yang perlahan tapi pasti akan mempengaruhi kehidupan manusia di jagat raya ini khususnya planet bumi. Sayangi anak cucu kita, karena kelak mereka menanggung akibat yang kita lakukan. Mereka sulit mendapatkan udara bersih, air bersih, lingkungan yang bersih. Mereka akan menangis untuk meminta pertangungjawaban kita atas apa yang kita lakukan sekarang.

End-of-pipe Treatment Technology

Pengendalian pencemaran dengan penerapan teknologi yang umum dilaksanakan pada saat ini adalah ‘teknologi perlakuan akhir’ atau ‘end-of-pipe treatment technology’.
·         Konsep ini merupakan konsep perintah dan pengendalian [command and control] yang hanya meninjau pembebanan pada  salah satu media udara, air, atau tanah dan menyelesaikan satu masalah yang tertuju pada suatu kegiatan. _ Pemikiran yang parsial ini sering menimbulkan masalah, karena penanganan hanya berdasarkan pada pengelolaan yang palingmudah.
·         Hal positif dari pengembangan konsep ‘end-of’pipe treatment technology’ adalah memacu pertumbuhan konsultan teknik dan pembuat peralatan yang berkaitan dengan unit pengolahan baik limbah fasa gas atau limbah cair.
·         Hal yang menggembirakan ini jarang didukung oleh kemampuan analisis yang memadai dari konsultan untuk menyelesaikan masalah pada kegagalan operasi, karena seringkali konsultan teknik ini hanya sebagai penjual teknologi atau peralatan saja. Sebagai akibatnya, sasaran pengelolaan lingkungan dengan pengendalian pencemaran ini tidak dapat dicapai secara menyeluruh. _ Penyebab lainnya adalah kegagalan sistem cost accounting yang belum dapat menilai biaya kerugian lingkungan sehingga pengusaha, pemilik, dan pengelola industri berpendapat bahwa biaya pembangunan dan pelaksanaan suatu pengolah limbah adalah biaya tambahan [external cost].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar