Senin, 20 Juni 2011

PEMBANGKIT LISTRIK IPST SARBAGITA

PENGOLAHAN SAMPAH TPA SARBAGITA
 MENJADI BAHAN BAKU PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN TEKNOLOGI IPST SARBAGITA

Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu (IPST) Sarbagita di Provinsi Bali bisa menjadi contoh bagi kerja sama antar daerah dalam mengelola sampah. Kuncinya, kerja sama tersebut hanya dan hanya dapat terwujud apabila masing-masing pihak (pemda) merasakan bahwa kerja sama itu suatu kebutuhan dan merupakan pilihan terbaik dalam penyelesaian masalah yang ada.
Di wilayah Bali Selatan (Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Gianyar dan Tabanan) berdasarkan hasil studi pada tahun 2000/2001, jumlah anggota masyarakat yang mendapatan pelayanan pengangkutan sampah baru mencapai 50%, dan dari jumlah tersebut hanya 60% sampah yang bisa terangkut ke TPA. Sisanya masih tercecer diberbagai tempat seperti di jalanan, taman kota, pasar, dll. Upaya minimalisasi sampah ke tempat pembuangan akhir melalui perubahan perilaku masyarakat belum memberikan hasil yang menggembirakan.
Dari aspek keuangan, untuk pengelolaan sampah yang dilakukan oleh masing-masing pemerintah daerah menunjukkan gambaran yang suram. Terdapat kesenjangan yang sangat lebar antara anggaran biaya pengelolaan persampahan dengan penerimaan dari retribusi sampah.
Atas dasar permasalahan tersebut maka keempat daerah di Bali Bagian Selatan yang disebut Sarbagita (Kabupaten/Kota Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan), sepakat untuk meratifikasi kesepakatan kerja sama untuk menangani masalah persampahan secara regional melalui koordinasi kesatuan tindak perencanaan dan pengelolaan persampahan secara terpadu dan komprehensif, agar segala upaya dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Berdasarkan hasil studi PPP-SWM (1999) volume sampah yang dihasilkan dari keempat daerah ini di tahun 2002 mencapai 3000 m3/hari atau sekitar 1000 ton/hari, dimana 70% di antaranya adalah sampah organik. Volumenya meningkat tiap tahun. Sementara sarana dan prasarana yang dimiliki tiap pemda terbatas, termasuk masalah sulitnya mencari TPA baru. Apalagi ada aturan agama Hindu yang melarang pembangunan sebuah unit bangunan berbau ‘kotor’ di hulu, tapi harus di hilir. Sedangkan memposisikan TPA pada lokasi yang dekat dengan laut/pantai bukan pekerjaan mudah, sebab hampir semua pantai yang ada di wilayah Sarbagita mempunyai nilai ekonomi tinggi.

Kenyataan inilah yang mendorong terjadinya kerja sama. Pengelolaan yang semakin baik dengan sistem pengelolaan yang semakin efisien, profesional serta penggunaan teknologi tepat guna menjadi hal yang sangat diperlukan. Untuk mewujudkan hal tersebut maka berkembang pemikiran untuk melakukan pengembangan satu lokasi pengelolaan sampah masa depan yang tunggal berskala regional dan berfungsi sebagai IPST (Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu).

Secara umum, proses teknologi pada IPST SARBAGITA dapat dijelaskan, yaitu
1.Pemisahan Awal
Sampah yang akan diterima di TPA SARBAGITA diperkirakan 800 ton/hari. Dengan komposisi 75% sampah organik dan 25% sampah non organik, dengan  keadaan 55% sampah organik basah dan 20% sampah organik kering. Sampah non organik sebagian berupa plastik dan kertas. Diperkirakan 175 ton/hari sampah dapat menghasilkan sekitar 2.5 MW listrik.
Diperkirakan sekitar 1 H lahan dibutuhkan untuk TPA Sarbagita, penggunaan lahan minimal untuk jangka waktu 20 tahun.
Tujuan pengolahan sampah
1) Mengolah sampah untuk dijadikan produk (output) yang bernilai ekonomi;
2) Meminimalisasi dampak lingkungan terhadap kehidupan sekitar dan merehabilitasi lahan TPA;
3) Menyatukan kegiatan pemanfaatan nilai ekonomis sampah (organik dan non organik) menjadi listrik, kompos, bahan daur ulang dan produk ekonomi lainnya;
4) Membuka peluang kerja dan peluang ekonomi untuk mensejahterakan masyarakat sekitar;
5) Memperpanjang usia pakai TPA karena jumlah sampah yang terbuang ke landfill sangat minimal.
Agar proses konversi energi sampah dapat berjalan baik, maka dilakukan pemisahan sampah dalam kategori sebagai berikut:Pertama Sampah organik bio-degradasi (baik basah maupun kering), contoh: sampah buah-buahan, dan sampah sayuran; Sampah organik yang diproses di IPST SARBAGITA umumnya berasal dari sampah rumah tangga, kompleks perumahan, dan pasar-pasar tradisional. Sampah-sampah organik ini dikumpulkan untuk selanjutnya akan diangkut oleh truk-truk pengangkut sampah yang memang bertugas untuk mengangkut sampah-sampah organik ini yang kemudian akan dibawa ke TPA Suwung dan kemudian diproses di IPST SARBAGITA.
Kedua sampah organik non-biodegradasi (baik basah maupun kering), contoh: plastik dan kayu; Pihak pengelola TPA Suwung dan IPST SARBAGITA juga melakukan kerjasama dengan para pemulung untuk membantu mengumpulkan sampah-sampah non-organik, khususnya sampah plastik. Pihak pengelola TPA Suwung dan IPST SARBAGITA menyediakan tempat khusus bagi para pemulung untuk mengumpulkan dan memilah sampah-sampah yang mereka dapatkan. Pihak pengelola juga menyediakan truk-truk pengangkut sampah yang juga dapat mengangkut sampah nonorganik.
Ketiga sampah inert, contoh: besi, kaca, sisa bahan bangunan
Setelah dilakukan pemisahan diatas, maka sampah selanjutnya dimasukkan ke dalam mesin pencacah (shreder) untuk menyaring dan memisahkan sampah beradasarkan ukurannya. Proses ini dilaksanakan di dalam bangunan MRF (Material Recycle Facility).
Dengan beberapa tingkat penyaringan, sebuah tangki pengapung (floating tank), dan beberapa metode lain, sampah dapat dipisah-pisah menjadi bagian-bagian yang disebutkan diatas. Kemudian sampah dimasukkan kedalam mesin pemecah (shredder) untuk dipecah-pecah menjadi lebih kecil dan memiliki ukuran-ukuran yang sama agar kemudian dapat digunakan sesuai proses konversi energi yang dipilih. Sampah yang kering, dibuat menjadi lebih kering dengan menggunakan suatu pengering (dryer). Seluruh proses ini sedapat mungkin dilaksanakan di dalam ruangan sehingga bau sampah tidak menyebar ke area sekitar instalasi.

2.Landfill Gas
Tujuan dari pemakaian gas dari landfill adalah untuk menghindarkan gas metan yang sangat beracun lepas dari tumpukan sampah dimana dalam banyak kasus telah ditumpuk jauh sebelum sistem GALFAD ini diterapkan.
Landfill adalah suatu proses pengambilan gas methan dari tumpukan sampah lama (landfilling). Tumpukan sampah lama ditutup dengan lapisan tanah untuk menghindari lepasnya gas methan yang sangat berbahaya bagi lingkungan (karena gas ini mudah terbakar). Selanjutnya, jaringan pipa gas perforasi dimasukkan ke dalam tumpukan sampah untuk menyedot gas methan menuju fasilitas gas treatment.
Landfill ialah pengelolaan sampah dengan cara menimbunnya di dalam tanah. Di dalam lahan landfill, limbah organik akan didekomposisi oleh mikroba dalam tanah menjadi senyawa-senyawa gas dan cair. Senyawa-senyawa ini berinteraksi dengan air yang dikandung oleh limbah dan air hujan yang masuk ke dalam tanah dan membentuk bahan cair yang disebut lindi (leachate). Jika landfill tidak didesain dengan baik, leachate akan mencemari tanah dan masuk ke dalam badan-badan air di dalam tanah. Karena itu, tanah di landfill harus mempunya permeabilitas yang rendah. Aktifias mikroba dalam landfill menghasilkan gas CH4 dan CO2 (pada tahap awal – proses aerobik) dan menghasilkan gas methane (pada proses anaerobiknya). Gas landfill tersebut mempunyai nilai kalor sekitar 450-540 Btu/scf. Sistem pengambilan gas hasil biasanya terdiri dari sejumlah sumur-sumur dalam pipa-pipa yang dipasang lateral dan dihubungkan dengan pompa vakum sentral. Selain itu terdapat juga sistem pengambilan gas dengan pompa desentralisasi.

Gambar  2: Modern Landfill. Konsep landfill seperti di atas ialah sebuah konsep landfill modern yang di dalamnya terdapat suatu sistem pengolahan produk buangan yang baik.
Secara garis besar, ada empat tahapan untuk memanfaatkan timbunan sampah itu menjadi energi listrik.
·         Pertama, sampah ditimbun ke dalam lubang tanah seluas 20 x 100 meter persegi dengan kedalaman tertentu. Kemudian, ditambahkan mikroba pengurai.

·         Kedua, memasang selimut plastik hitam di timbunan sampah tersebut dengan tujuan agar gas yang daya rusaknya 21 kali C02 itu tidak beterbangan dan merusak ozon.
·         Ketiga, memasang pipa-pipa karet di tumpukan sampah tersebut untuk mengalirkan gas metan yang diproduksi timbunan sampah itu.
·         Keempat, gas tersebut dimasukkan ke dalam boks kondensasi untuk memisahkan gas metan dari air. Gas itulah yang kemudian dialirkan untuk menggerakan generator.

3.Proses Anaerobis Diggestion
Anaerobic digestion adalah suatu proses produksi metana dan humus dari penguraian sampah dan bahan organik lainnya (Tchobanoglous et al,1993). Sebagaimana disebutkan bahwa metoda anaerobik merupakan suatu teknologi yang mengubah bahan organik dengan menggunakan bakteri dalam kondisi anaerob untuk menghasilkan biogas dan cairan yang banyak sekali mengandung padatan /bahan penyubur (Wikipedia, 2005). Penguraian bahan organik juga melibatkan tahapan biologis, di mana pada suatu tahapan bakteri, dalam kelas tertentu, menyerap energi dari bahan organik yang terdekomposisi secara perlahan untuk mempertahankan hidup. Pada tahapan terakhir akan dihasilkan air, karbon dioksida, dan metana. Sel bakteri yang mati bercampur dengan bahan organik yang sulit terurai yang akan membentuk suatu lumpur yang kaya nutrisi.
Proses tersebut dapat terjadi dalam kondisi kering ataupun basah. Pada kondisi kering, campuran harus mengandung 30% padatan atau lebih. Sedangkan pada kondisi basah, campuran harus mengandung 15% padatan atau kurang (Wikipedia, 2005). Tchobanoglous, Theissen, dan Vigil (1993) menyebutkan bahwa lama waktu yang dibutuhkan oleh proses anaerobik adalah 30 hari. Sebagaimana yang disebutkan oleh Garcelon dkk (dalam Indartono, 2005a) bahwa produksi gas metana yang optimum akan terjadi pada hydrolic retention time (HRT) 20 – 30 hari. Garcelon dkk juga menyebutkan bahwa keasaman substrat / media gas bio dianjurkan berada pada rentang pH 6,5 – 8 dan temperatur 35 0C sebagai temperatur optimal. Akan tetapi Ariani dan Latifi menyebutkan bahwa temperatur optimum pengolahan dengan metoda anaerobik ini adalah 330 – 38 0C. Pada proses anaerobik sekitar 1/3 campuran bahan organik akan terdegradasi (Guebelin, 2002). Proses Anaerobic Diggestion, maka dilakukan untuk pengelolaan sampah basah pada structured landfill dengan melibatkan bakteri, yaitu bakteri EM4 yang tipenya sama dengan bakteri yang menghasilkan landfill gas dan sewage gas. Bakteri ini juga berfungsi untuk mengurangi bau bususk yang ditimbulkan oleh sampah Penguraian oleh bakteri biasanya akan menghasilkan bio gas dan membutuhkan waktu antara 1 sampai 2 minggu serta kontrol yang baik untuk menjamin kesempurnaan proses sanitasi. Sesudah proses ini selesai, sisa proses yang berbentuk padat dapat diambil dari bagian dasar digester. Apabila ingin digunakan sebagai pupuk yang berkualitas tinggi, sisa ini dialirkan melalui screw press and filter. Bahan yang kering dipisahkan dan selama 2 minggu mengalami proses pengomposan secara aerobik. Cairan dibawa ke tangki denitrifikasi kemudian menuju tangki aerasi nitrifikasi untuk menyempurnakan proses aerasi. Sisa – sisa produk lain dibiarkan atau dikeringkan. Air hasil proses dapat diolah kembali atau langsung disalurkan kembali ke awal proses. Hasil dari seluruh ketiga proses ini adalah biogas yang dimasukan terlebih dahulu ke dalam fasilitas pengolahan gas sebelum menjadi gas bahan bakar bagi mesin pembangkit listrik. Sebuah ilustrasi dapat diambil yaitu: fasilitas pengolahan sampah dengan kapasitas pengolahan 400 ton/ hari dapat menghasilkan listrik kurang lebih sebesar 10 MW secara kontinyu.
 Sisa padat dari proses ini dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk berkualitas tinggi dengan menerapkan teknologi pengolahan kompos lanjutan. Sedangkan sisa air hasil proses dapat diolah kembali atau langsung disalurkan kembali ke awal proses. Dengan teknologi ini, maka volume sampah dapat berkurang menjadi 10%-15% dari volume awal.

4.Gasifikasi dan Pyrolisis
Gasifikasi adalah proses dekomposisi termal dari bahan organik dengan mengurangi keberadaan oksigen. Gasifikasi dan Pyrolisis merupakan proses yang pemanasannya dilakukan dengan suhu, bukan dengan api dan dilakukan dalam ruang hampa. Proses ini dapat mengubah sampah organik kering menjadi synthetic gas (karbon monoksida dan hidrogen) dalam sebuah gasifier yang kemudian dapat dipakai untuk menggerakkan gas engine sebagai mesin pembangkit listrik. Gasifier pada dasarnya bukanlah teknologi baru karena sudah diterapkan secara komersil di Inggris selama 10 tahun. Gasifikasi juga merupakan proses penghancuran tampak dengan energi panas 1300oC yang dilakukan dalam ruang hampa, jadi tidak menggunakan oksigen. Yang perlu diingat pada proses ini bukanlah pembakaran, tetapi pemanasan sampai sampah itu berubah menjadi gas dan abu. Dalam proses ini sampah akan direduksi sebanyak 55 – 98%,
            Gasifikasi  adalah suatu teknologi proses yang mengubah bahan padat menjadi gas. Bahan padat yang dimaksud adalah bahan bakar padar termasuk didalamnya, biomass, batubara, dan arang dari proses oil refinery. Gas yang dimaksud adalah gas-gas yang keluar dari proses gasifikasi dan umumnya berbentuk CO, CO2, H2, dan CH4.
Gasifikasi berbeda dengan pirolisis dan pembakaran. Ketiga dibedakan berdasarkan kebutuhan udara yang diperlukan selama proses. Jika jumlah udara/bahan bakar (AFR, air fuel ratio) sama dengan 0, maka proses disebut pirolisis. Jika AFR yang diperlukan selama proses kurang dari 1.5, maka proses disebut gasifikasi. Jika AFR yang perlukan selama proses lebih dari 1.5, maka proses disebut pembakaran (lihat gambar berikut).
  

  Gambar 2. Perbedaan pirolisis, gasifikasi dan pembakaran.
Mesin gasifikasi dapat dibedakan berdasar: Berdasar mode fluidisasi. Berdasar arah aliran. Berdasar gas yang perlukan untuk proses gasifikasi. Berdasar mode fluidisasi, mesin gasifikasi dapat dibedakan menjadi gasifikasi unggun tetap (fixed bed gasification), gasifikasi unggun bergerak (moving bed gasification), gasifikasi unggun terfluidisasi (fluidized bed gasification), dan entrained bed. Jenis gasifikasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
  

                        Gambar 3. Perbedaan moving bed, fluid bed, dan entrained bed gasifier [*].
            Berdasar arah aliran, mesin gasifikasi dapat dibedakan menjadi gasifikasi aliran searah (downdraft gasification) dan gasifikasi aliran berlawanan (updraft gasification). Pada gasifikasi downdraft, arah aliran gas dan arah aliran padatan adalah sama-sama ke bawah. Pada gasifikasi updraft, arah aliran padatan ke bawah sedangkan arah aliran gas ke atas.
Berdasar gas yang perlukan untuk proses gasifikasi, terdapat gasifikasi udara dan gasifikasi uap. Gafisikasi udara, dimana gas yang digunakan untuk proses gasifikasi adalah udara. Gasifikasi uap, gas digunakan untuk proses adalah uap.

 
                                 Gambar 4. Konvensional gasifikasi sistem updraft dan downdraft .
            Secara skematik, gasifikasi downdraft dan updraft dapat dilihat pada Gambar di atas.
Berikut beberapa sejarah keberhasilan perkembangan gasifikasi. Di Finlandia, aktivitas riset dan pengembangan gasifikasi dimulai tahun 1970-an. Pada tahun 1980-an, aplikasi gasifikasi sederhana sistem udara pertama dilakukan dan utamanya dikombinasikan dengan pembangkit panas dan pembakaran kapur (lime kiln). Selanjutnya tahun 1986 berhasil dibangun gasifikasi sistem updraft yang menghasilkan panas 5 MWth. Pada tahun yang hampir bersamaan, gasifikasi sistem CFB (circulating fluidized bed) juga dibangun dengan daya keluaran 15-35 MWth untuk kebutuhan industri bubur-kertas (pulp). Pada tahun 1990-an, IGCC (integrated gasification combined cycle) juga diperkenalkan, tetapi karena kebutuhan daya yang sangat besar menjadi kendala pengembangan lebih lanjut. Umumnya sistem gasifikasi biomass hanya layak untuk skala kecil menengah sampai daya 10 MWe.
Gambar 5 . Gasifikasi Bioner di Finlandia .

            Dengan sistem updraft, biomass dimasukkan dari atas reaktor. Adanya udara dan uap dari bawah reaktor yang bergerak ke atas menyebabkan biomass akan mengalami serangkaian proses. Selama perjalanan biomass dari atas reaktor sampai ke bawah, biomass akan mengalami pengeringan, pirolisis, gasifikasi dan pembakaran. Abu dikeluarkan dari bagian bawah reaktor. Gas hasil proses gasifikasi sistem updraft mengandung minyak dan tar dalam jumlah yang banyak. Temperatur gas yang dihasilkan adalah rendah (80-300oC untuk biomass atau 300-600oC untuk batubara). Abu bawah (bottom ash) umumnya terbakar sempurna dan menyisakan arang tidak terbakar dalam jumlah yang bisa diabaikan. Dust yang dihasilkan juga relatif rendah karena kecepatan gas yang digunakan juga rendah dan disebabkan juga oleh adanya “efek penyaringan” pada daerah pengeringan dan pirolisis .
Karena jumlah tar yang dihasilkan cukup banyak, maka gas-gas dari hasil gasifikasi ini tidak bisa langsung dimasukkan ke dalam mesin pembakaran dalam (IC, internal combustion). Karena tar jugalah, sehingga sistem pemipaan perlu dibersihkan per 2-6 minggu sekali tergantung jenis bahan bakar yang digunakan.
  
Hasil Pengolahan dan Produk IPST
Dengan seluruh proses di atas maka volume sampah dapat berkurang sampai 80%. Gas yang dihasilkan (biogas gas, methane gas, dan synthetic gas) selanjutnya akan diproses pada fasilitas gas treatment untuk dapat menjadi bahan bakar (gas engine) mesin pembangkit listrik. Mesin pembangkit yang akan digunakan adalah gas engine buatan Jenbacher AG, Austria. Jenbacher adalah manufaktur mesin yang berpengalaman dalam membuat gas engine untuk pemakaian spesial gas, seperti biogas dan syn-gas.
Mikroturbin merupakan teknologi pemulihan energi landfill gas (LFG) terutama pada landfill yang kecil dimana pembangkit listrik yang besar tidak layak disebabkan faktor ekonomi dan jumlah LFG yang sedikit. Beberapa proyek LFG mikroturbin telah dilaksanakan dengan mempertimbangkan keuntungan dan resikonya.
Mikroturbin diperkenalkan sebagai teknologi distribution generation (DG) yang secara umum hanya cocok digunakan pada jumlah aplikasi yang relatif kecil (kurang dari 1 MW) dan didesain untuk kebutuhan energi di sekitar tempat mikrotubin berada. 30 kW mikroturbin dapat menggerakkan motor 40 hp atau menyediakan kebutuhan listrik pada 20 rumah.

Teknologi mikroturbin
Teknologi mikroturbin didasarkan  pada desain turbin dengan pembakaran tinggi yang digunakan pada energi listrik dan industri penerbangan. Secara umum mikroturbin bekerja sebagai berikut:
  1. Bahan bakar dialirkan ke bagian combustor mikroturbin pada tekanan 70 – 80 psig,
  2. Udara dan bahan bakar dibakar pada combustor, menghasilkan kalor yang menyebabkan gas pembakaran keluar,
  3. Gas pembakaran yang keluar akan mengoperasikan generator, lalu generator akan menghasilkan listrik,
  4. Untuk menambah efisiensi total, mikroturbin biasa dioperasikan dengan recuperator yang mampu melakukan pemanasan awal udara pembakaran menggunakan gas keluaran turbin. Mikroturbin juga cocok dioperasikan dengan waste heat recovery unit untuk memanaskan air.
   
                      Secara umum skema proses mikroturbin diilustrasikan di bawah ini.
Gambar 6 Skema mikroturbin
Secara umum instalasi mikroturbin LFG-fired mempunyai komponen antara lain:
• Kompresor LFG
• Peralatan prapengolahan LFG (untuk uap air, siloxanes (R2SiO), dan pemindah partikulat)
• Mikroturbin
• Pusat kontrol motor
• Switchgear
• Transformer step-up

                                                     Gambar 7 Cross section mikroturbin
Prapengolahan bahan bakar diperlukan tergantung pada karakteristik LFG dan pembuat mikroturbin itu sendiri. Kadang-kadang gas didinginkan untuk menghilangkan uap air dan mengondensasikan pengotor. Lalu dipanaskan ulang untuk menyediakan bahan bakar di atas temperatur dew point. Beberapa pembuat mikroturbin menambahkan langkah absorpsi menggunakan karbon aktif untuk menghilangkan semua pengotor yang terlihat.

Aplikasi Mikroturbin
Mikroturbin menyediakan keuntungan lebih dibandingkan teknologi pembangkit listrik lainnya untuk landfill dengan kondisi:
• Laju alir LFG rendah,
• LFG memilki kandungan metana yang rendah,
• Memiliki pengemisi udara, terutama pengolah NOx,
• Listrik yang digunakan hanya pada fasilitas onsite (pada daerah sekitar mikroturbin berada),
• Penyediaan listrik tidak bisa dan harga listrik tinggi,
• Air panas dibutuhkan pada lokasi yang dekat mikoturbin.
Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan mikroturbin yang memanfaatkan gas metan hasil proses landfill dibandingkan dengan teknologi utilisasi LFG lain adalah sebagai berikut:
1. Portable and easily sized
Mikroturbin dapat ditempatkan pada tempat yang berkapasitas kecil dengan beberapa unit mikroturbin. Sehingga satu atau banyak mikroturbin dapat diatur menyesuaikan laju alir gas dan peralatan lain pada tempat tersebut. Mikroturbin juga dapat dengan mudah dipindahkan ke tempat lain saat produksi gas berkurang.
2. Fleksibel
Mikroturbin cocok digunakan pada landfill yang kecil dan telah lama digunakan di mana teknologi pembangkit tenaga listrik tradisional tidak lagi mendukung kualitas dan kuantitas LFG
3. Compact and fewer moving parts
Ukuran mikroturbin kira-kira sebesar lemari es besar dan membutuhkan operasi dan maintenance yang minimum. Penggunaan udara dan udara pendingin generator akan meminimumkan penggunaan pelumas dan sistem air pendingin.
4. Polusi emisi yag rendah
Mikroturbin dapat membakar bersih daripada mesin reciprocating lain. Contohnya tingkat emisi NOx untuk mikroturbin antara dari 1 -10%.
5. Mampu membakar dengan kandungan metana rendah
Mikroturbin dapat beroperasi pada LFG dengan kandungan metana 35% atau kurang dari 30%, sedangkan reciprocating beroperasi dengan kandungan metana 40%.
6. Kemampuan untuk menghasilkan kalor dan air panas
Kebanyakan pembuat mikroturbin menawarkan generator air panas untuk menghasilkan air panas (lebih dari 200oF) dari kalor yang keluar dari gas cerobong. Pilihan ini akan menggantikan bahan bakar yang mahal seperti propana yang dibutuhkan untuk memanaskan air pada cuaca dingin.
Namun demikian, pemilihan teknologi ini sebagai pilihan utilitas LFG memiliki beberapa kerugian sebagai berikut :
  1. Mikroturbin mempunyai efisiensi yang rendah dari mesin reciprocating dan tipe turbin lainnya. Mikrotubin mengonsumsi sekitar 35% bahan bakar per kWh yang dihasilkan (menghasilkan laju kalor yang besar).
  2. Mikroturbin sensitif terhadap kontaminasi siloxane dan penyediaan LFG ke mikroturbin membutuhkan prapengolahan daripada sumber pembangkit listrik lain.
  3. Dikarenakan laju alir rendah, maka dibutuhkan kompresor bertekanan tinggi (capital cost yang tinggi).
  4. Mikroturbin belum terbukti dapat beroperasi pada jangka panjang.

Buangan gas dengan teknologi ini memiliki emisi yang sangat rendah dan ramah lingkungan. Hal ini dapat dilihat pads tabel berikut dibandingkan dengan teknologi pembakaran modern (Insinerator)
Rencana Pengamanan dan Pelestarian Lingkungan
1. Pengamanan Terhadap Tata Perairan
a. Leachate hasil proses clekomposisi sampah diolah di Instalasi Pengolahan Leachate;
b. Kualitas air tanah dimonitor rutin melalui sumur pantau


Gambar 8 : Mesin Pembangkit Listrik

Pengamanan Terhadap Berbagai Gangguan Lainnya
a. Kemungkinan erosi dan longsor – Area IPST dilengkapi saluran drainase dan kemiringan timbunan dan tanah penutup maksimum 30%;
b. Kemungkinan gangguan bau dan pencemaran udara – di sekeliling IPST ditanami tanaman penyangga serta untuk mencegah terjadinya akumulasi gas, area isolasi sampah dilengkapi dengan pipa ventilasi gas (pipa pelepas tekan);
c. Kemungkinan penebaran sampah dan pembiakan serangga – residu sampah yang masuk area isolasi diberi lapisan tanah penutup (lapisan penutup harian, lapisan penutup antara dan lapisan penutup akhir);
d. Kemungkinan gangguan estetika/ keindlahan pandangan – lokasi dipagar dan diberi tanaman barrier;
e. Kebersihan lingkungan clan jalur angkutan – truk sampah sebelum meninggalkan lokasi telah dibersihkan

6.Kualitas Emisi Gas Buang
Buangan gas dengan teknologi ini memiliki emisi yang sangat rendah dan ramah lingkungan. Buangan gas ini memiliki emisi yang rendah karena telah mengalami berbagai macam proses penyaringan dan pengurangan emisi.
Dengan IPST, maka sampah yang ada di TPA Suwung, baik sampah baru maupun sampah lama akan diolah melalui teknologi GALFAD (Gasifikasi, Landfill, dan Anaerobic Digestion) menjadi listrik (energi) dan produk-produk lainnya yang bermanfaat bagi masyarakat dan memberikan kontribusi ekonomi bagi kedua belah pihak. Untuk menjaga hubungan dengan masyarakat sekitar, maka Pemda SARBAGITA dan Swasta berkomitmen untuk meningkatkan kualitas lingkungan sekitarnya dengan mengembangkan dan melaksanakan program rehabilitasi dan pelestarian lingkungan yang melibatkan masyarakat sekitar. Upaya pemberdayaan masyarakat sekitar juga dilakukan dengan adanya komitmen bersama dengan memberikan kesempatan kerja kepada penduduk sekitarnya untuk menjadi tenaga operasional sesuai kemampuan persyaratan teknis yang diperlukan. Dalam hal ini, mitra swasta juga memiliki kewajiban untuk memberikan kesempatan alih teknologi kepada tenaga kerja lokal sepanjang persyaratan pendidikan dan teknis memungkinkan. Berbagai upaya diatas merupakan upaya bersama untuk membangun sinergi antar pemerintah, swasta, masyarakat, dan lingkungan sehingga IPST dapat memberikan manfaat bagi semua pihak dan berkelanjutan.
Untuk menunjang operasional pengolahan sampah, maka IPST SARBAGITA memiliki sejumlah fasilitas-fasilitas. IPST SARBAGITA memiliki kantor administrasi yang terletak di TPA Suwung. Kantor administrasi ini berfungsi sebagai tempat pemantauan utama kegiatan yang dilaksanakan di IPST SARBAGITA dan juga sebagai sumber informasi bagi masyarakat umum yang ingin mengetahui berbagai macam hal mengenai IPST SARBAGITA. Selain kantor administrasi yang bertempat di TPA Suwung, pihak pengelola IPST SARBAGITA, yaitu Badan Pengelola Kebersihan SARBAGITA (BPKS) juga memiliki kantor di Gedung III Lantai 3 Bappeda Provinsi Bali, Jl. Kapten Cok Agung Tresna, Niti Mandala Renon, Denpasar-Bali. Untuk proses pemilahan dan pengolahan sampah, IPST SARBAGITA memiliki berbagai macam fasilitas-fasilitas misalnya, infrastruktur seperti jalan, jembatan timbang, ruang pembilahan, cell landfill, ruangan konversi gas dan listrik, buffer untuk sampah, ruang pengeringan/ ruang untuk penyerakan sampah, dan lain – lain. Sebagian besar dari fasilitas pengolahan dan pemilahan sampah ini masih milik investor pembangun IPST SARBAGITA, yaitu PT. Navigat Organic Energi Indonesia (PT. NOEI).
Alat - alat yang digunakan untuk konversi listrik dan pembilahan menggunakan teknologi, seperti semi teknologi. Teknologi ini dilakukan dengan memasukkan sampah dalam roda berjalan yang kemudian akan diambil oleh sekitar 60 orang pekerja untuk dipilah atau diambil, ada yang mengambil plastik, kaleng, kaca, dan lain – lain. Teknologi yang digunakan adalah semi teknologi dan multimedia yaitu sampah yang tidak diambil akan terus lanjut sampai ke cell landfill yang berupa kumpulan sampah organik. Setelah penuh, sampah-sampah tersebut akan ditutup dengan membrane. Di IPST SARBAGITA ini tersedia 11 cell, misalnya cell 1 sudah penuh kemudian dilanjutkan ke cell 2, dan seterusnya. Untuk memenuhkan 1 cell kira-kira butuh waktu 1 bulan.

Manfaat Pembangunan IPST SARBAGITA
Pembangunan IPST SARBAGITA di TPA Suwung memberikan banyak manfaat tidak hanya bagi kebersihan lingkungan, tetapi juga pembangunan IPST SARBAGITA dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. Sebelum dibangunnya IPST SARBAGITA, sampah-sampah yang berasal dari daerah SARBAGITA (Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Tabanan) ditumpuk begitu saja di TPA Suwung. Ini menyebabkan lahan TPA Suwung habis dipergunakan sebagai tempat penumpukan sampah tanpa adanya proses pengolahan sampah lebih lanjut. Jika hal seperti ini terus terjadi, dikhawatirkan lahan di TPA Suwung nantinya tidak dapat menampung sampah lagi. Menurut Bapak Ir. Kadek Agus Adiana, MM selaku Kepala Bidang Pengembangan Usaha Badan Pengelola Kebersihan SARBAGITA (Kabid Pengembangan Usaha BPKS SARBAGITA), adanya pengolahan sampah di IPST SARBAGITA dapat memberikan manfaat, yaitu memperpanjang usia lahan di TPA Suwung. Jika sampah ditumpuk begitu saja tanpa adanya proses pengolahan sampah lebih lanjut, lahan yang dipergunakan untuk tempat penumpukan sampah akan mengalami proses pencemaran akibat air-air sampah yang masuk ke dalam tanah. Air-air sampah ini akan terbentuk bila sampah ditumpuk terlalu lama. Belum lagi tumpukan sampah dapat menimbulkan bau yang tidak enak jika tidak cepat dilakukan proses pengolahan sampah lebih lanjut. Pengolahan sampah yang dilakukan di IPST SARBAGITA dapat memperpanjang usia lahan di TPA Suwung karena sampah tidak mengalami proses penumpukan yang lama dan cepat dapat diolah, sehingga air-air sampah dan bau yang tidak enak dapat diminimalkan jumlahnya. Selain dapat memperpanjang usia lahan di TPA Suwung, pembangunan IPST SARBAGITA juga dapat memberikan kontribusi dalam bidang ekonomi. Hasil-hasil pengolahan sampah di IPST SARBAGITA yang sebagian besar hasil pengolahannya dalam bentuk listrik dapat dijadikan salah satu sumber pendapatan ekonomi. Hasil-hasil pengolahan sampah lainnya dalam bentuk pupuk dan dalam bentuk abu sebagai salah satu bahan baku pembuatan aspal karena memiliki kadar karbon yang tinggi juga dapat dijadikan produk untuk memberikan pendapatan ekonomis.
Selain bermanfaat untuk lingkungan dan memberikan pendapatan ekonomis, pembangunan IPST SARBAGITA juga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar yang tinggal di sekitar TPA Suwung. Masyarakat yang tidak memiliki kemampuan khusus diberikan kesempatan untuk bekerja sebagai tenaga kerja di IPST SARBAGITA. Masyarakat yang dulunya tidak memiliki sumber penghasilan tetap, kini memiliki penghasilan tetap akibat adanya pembangunan IPST SARBAGITA.
Pihak pengelola IPST SARBAGITA dan investor pembangunan IPST SARBAGITA, yaitu PT. Navigat Organic Energy Indonesia (PT. NOEI) berkomitmen untuk tetap menjaga kelestarian hutan bakau yang terdapat di sekitar IPST SARBAGITA dan TPA Suwung. Komitmen ini dilakukan untuk tetap menjaga ekosistem laut dan satwa-satwa yang hidup di sekitar hutan bakau. Proses pengolahan sampah yang dilakukan di IPST SARBAGITA dilakukan sedemikian rupa agar hasil-hasil pengolahan sampah tidak mencemari hutan bakau dan ekosistemnya.

1 komentar:

Allimuddin Baso mengatakan...

Pak. kalau ingin mengunjungi, alamat dan telepon serta contact person di bali, siapa !!!

Posting Komentar