0leh:
(Mohammad siddiq)
Mundurnya budaya pendidikan
Membudayanya kebobrokan sistem pendidikan dalam proses pembelajaran seperti sebuah kebenaran mutlak tanpa proses pengkajian yang mendalam dalam kajian tentang sebuah pendidikan. Budaya pendidikan yang hanya di lakukan melalui suntikan obat penyembuh kebodohan tidak akan merubah kebodohan. Tetapi kebodohan itu akan terus tumbuh dan subur mempengaruhi kesadaran dan kebebasan terdidik. Konsep negatif pendidikan menurut Poulu Freiri terdiri dari:
-Subjek (Guru yang mempunyai obat mujarap dalam mengentaskan kebodohan ).
-Objek (Murid butuh obat untuk penyembuh penyakit kebodohan).
-Realitas atau dunia (Sebagai ruang transfer kepandaian tanpa kesedaran imperis tentang potensi dunia).
Kemunduran pendidikan salah satunya di ciptakan oleh Guru atau pendidik yang tidak tahu tentang teori pembelajaran. Teori pembelajaran transfer pengetahuan yang mereka yakini benar ternyata tidak benar. Dapat di lihat melalui pendekatan persuasif yang jarak antara guru dan muridnya menjauh. Jarak jauh di antara mereka merupakan fenomena dalam kemunduran sebuah pendidikan. Akibat dari sebuah anggapan bahawa Guru adalah orang kaya ilmu yang mempunyai kewenangan transfer ilmu pengobatan penyembuhan murid yang menderita penyakit kebodohan.
Objek atau terdidik yang di posisikan dirinya sebagai kanak-kanak, siswa, mahasiswa merupakan label dari seorang yang mengikatakan diri dalam institusi-institusi pendidikan untuk berperoses mendapatakan pengetahuan dengan melihat bersama-sama tentang sebuah kenyataan (reality). Proses pengalihan pengetahunan atau transfer keilmuan tentang dunia merupakan proses yang keliru dalam persepektif Poulu Freiri. Guru di anggap sebagai orang berilmu tidklah mengajar menggunakan teori kolot yang menganggap siswa atau setara kedudukan dengannya adalah bejana atau ruang kosong, hampa, harus di suntik menjadikan saraf-saraf kebodohan dapat di entaskan atau di sulap manjadi generasi pengajar hebat walaupun harus menciptakan budaya kebodohan baru di kalang kaum terdidik.
Budaya kebodohan baru akibat Guru tidak paham dengan cara mengajar yang benar akan terus melekat di kalangan terdidik sehingga kebodohan baru akan menjalar dari genersi-ke generasi. Teori mengajar yang salah akan menghasilkan pemahaman tentang dunia pendidikan yang salah sebab cara mengajar yang benar akan menemukan sebuah kebenaran tentang dunia. Secar eksplisit pendidikan merupakan instrumen dalam mendapatkan pemahaman melalui kebebasan dalam berfikir.
pendidik dan anak didik sama di depan dunia
Guru yang memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang kenyataan tidak harus berada di posisi berbeda dengan kaum terdidik. Pada dasarnya pendidik dan terdidik mempunyai kedudukan yang sama dan tingkat pengetahuan yang berbeda melihat dunia(reality), dari perbedaan tersebut pendidik yang lebih memahami tentang kenyataan haruslah mengedepankan dialog dan dialektika mengenai penafsiran terhadap kenyataan, sehingga terdidik dapat memberikan penafsiran sendiri mengenai kenyataan berdasarkan pengetahuan yang di miliki. Kolonialisme pendidikan akibat dari tidak adanya proses penyadaran dari Guru untuk kaum terdidik dalam memahami kenyataan. Jauhnya proses penyadaran mengakibatkan suntikan pengetahuan yang di anggap lebih efektif dalam memahami kenyataan dari pada harus melihat bersama-sama tentang kehidupan pendidikan.
Dalam persamaan kedudukan dapat memberikan nilai-nilai positif utuk mengkaji bersama tentang dunia tanpa harus ada pemerkosaan kebebasan berfikir. Guru harus bisa menghilangkan rasa segan terdidik untuk bebas berdialektika dan memberikan kebebasan dalam memahami realitas tanpa konsep durhaka. Guru yang tidak mengajak berdialektika dan dialog terhadap muridnya tentang kenyataan lebih durhaka dari pada murid yang tidak di berikan kebebasan dalam berfikir. Kreativitas yang di bangun akhir-akhir ini adalah memberikan kebebasan berfikir bagi murid untuk menjadi diri sendiri. Menurut direktur Biennale anak Yuswantoro Adi di kota yogayakarta adalah upaya untuk memberikan ruang khusus bagi anak untuk bebas berekspresi dan menjadi diri mereka sendiri, ini menunjukkan bahawa ada kesadaran kritis dari masyarakat untuk menghindari diskriminasi pendidikan dan kolonialisme pengetahuan dan di belenggunya kebebasan berfikir.
Kesadaran kritis dalam memberikan penilaian tentang dunia pendidikan haruslah menjadi pekerjaan masyarakat, walaupun tingkat kesadaran itu berawal dari kesadaran naif yang hanya menganggap bahwa dunia sudah menjadi takdir tanpa harus di kritisi dan di pahami, padahal dunia (reality) mempunyai potensi untuk di kritisi. Manusia dapat menjaga jarak dengan dunia untuk menumbuhkan kesadaran kritis, berbeda dengan hewan yang tidak dapat menjaga jarak dengan duni. Menjaga jarak bararti penilaian dan kritikan untuk tidak hanya hidup di dunia mengikuti hukum alam yang menjadikan menusia itu tumbuh dan berkembang, akan tetapi lebih kepada analitis tentang fungsi dan kegunaan dunia, berbeda dengan hewan yang hanya memanfaatkan dunia ini sebagai tempat utuk mecukupi kebutuhan makan dan buang kotoran. Manusia yang mempunyai kesadaran kritis dapat menghapuskan kolonialisme dan menghalalkan berfikir bebas tentang pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar