Sungai Brantas merupakan sungai terpanjang kedua di Pulau Jawa setelah Sungai Bengawan Solo. Sungai kebanggaan masyarakat Jawa Timur ini memiliki luas area sekitar 12.000 km persegi dan panjang sungai mencapai 320 km. Sungai Brantas bersumber dari Sumber Brantas Kota Batu, tepatnya di lereng Gunung Arjuna dan Anjasmara, lalu mengalir ke Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, Mojokerto, dan akhirnya ke Surabaya (Selat Madura atau Laut Jawa). Jumlah penduduk di wilayah tersebut mencapai 14 juta jiwa atau 40 persen di antara total penduduk Jawa Timur. Sungai Brantas merupakan sumber utama kebutuhan air baku untuk konsumsi domestik, irigasi, kesehatan, industri, rekreasi, pembangkit tenaga listrik, dan lain-lain.
DAS Brantas Malang, East Java
Namun, kondisi Sungai Brantas saat ini ternyata memprihatinkan, meski diakui fungsinya sangat besar bagi kehidupan masyarakat. Tingkat pencemaran sungai ini telah melewati ambang batas dan berpengaruh negatif terhadap kehidupan biota perairan serta kesehatan penduduk yang memanfaatkan air sungai. Bahan pencemar berasal dari limbah domestik, limbah pertanian, limbah taman rekreasi, limbah pasar, limbah hotel, limbah rumah sakit, dan limbah industri. Pembuangan sampah di sepanjang sempadan maupun langsung ke aliran Sungai Brantas bisa merugikan penduduk sekitar dan di kawasan yang lebih rendah. Sampah yang menumpuk menimbulkan bau busuk karena fermentasi, menjadi sarang serangga dan tikus, serta bisa menimbulkan kebakaran karena adanya gas metana di tumpukan sampah.
Air yang mengenai sampah akan mengandung besi, sulfat, dan bahan organik yang tinggi ditambah kondisi BOD (bio chemical oxygen demand) dan COD (chemical oxygen demand) yang melebihi standar air permukaan. Hasil pengukuran turbiditas air Sungai Brantas di Kota Malang, daerah yang masih tergolong sebagai hulu, menghasilkan kisaran angka 14 hingga 18 mg/l. Kisaran itu telah melebihi kekeruhan maksimum (5 mg/l) yang dianjurkan dari Baku Mutu Air pada Sumber Air Golongan A (Kep 02/MENKLH/I/1988).
Ditinjau dari rasa, air Sungai Brantas juga tidak sesuai baku mutu (Sunarhadi dkk 2001). Faktanya, terdapat sekitar 330 ton per hari limbah cair dihasilkan dari aktivitas manusia di sepanjang DAS Brantas. Sekitar 483 industri mempunyai pengaruh secara langsung terhadap Sungai Brantas dengan kontribusi pencemaran hingga 125 ton per hari (Antara News, 2006).
Hasil penelitian ECOTON menunjukkan, bahwa di Kali Surabaya sebagai hilir Sungai Brantas saat ini setiap hari 74 ton BOD dibuang di kali tersebut. Pencemaran logam berat merkuri di Kali Surabaya, pada beberapa lokasi, menunjukkan 0,09 mg/L atau 90 kali lipat dari standar ketentuan tentang peruntukan kelas air sebagai bahan baku air minum sebesar 0,001 mg/L.
Tingkat kontaminasi bakteri e-coli juga tidak jauh berebda. Bakteri e-coli umumnya berasal dari kotoran manusia. Bakteri e-coli di Karang Pilang dan Ngagel/Jagir mencapai 64.000 sel bakteri/100 ml contoh air. Padahal, sebagai bahan baku air minum, jumlah e-coli dalam air tidak boleh melebihi 1.000 sel bakteri/100 ml contoh air.
Kondisi makin memprihatinkan karena bantaran DAS Brantas di Jawa Timur mengalami perubahan fungsi. Meski kawasan bantaran sungai telah ditetapkan sebagai kawasan hijau, sebagian besar bataran sungai beralih fungsi, tidak sesuai peruntukannya.
Tingginya tingkat pencemaran di Sungai Brantas otomatis berdampak signifikan terhadap kualitas kesehatan masyarakat yang tinggal di sepanjang bantaran. Kali Surabaya sebagai hilir Sungai Brantas, contohnya. Berdasar data RSUD dr Soetomo yang dirilis ECOTON (2008), 2-4 persen penduduk yang terdiri atas anak-anak (0-18 tahun) mengidap kanker.
Sebanyak 59 persen adalah kanker leukemia, neuroblastoma (kanker saraf), limfoma (kanker kelenjar getah bening), dan tumor wilms (kanker ginjal). Faktor dominan penyebab kanker adalah lingkungan, genetis, virus, dan bahan kimia. Daerah aliran sungai yang menjadi tempat tinggal pengidap kanker ini sudah terkontaminasi bahan pencemar, baik limbah industri, rumah tangga, maupun persawahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar